
Ranah Auto – Kabar mengejutkan datang dari ajang World Rally Championship (WRC) setelah sang pemimpin klasemen, Sebastien Ogier, mengalami kecelakaan hebat di Central European Rally. Insiden ini terjadi pada stage ke-10 di rute Keply sepanjang 21,95 km, Sabtu (18/10/2025), saat kondisi lintasan sedang basah dan licin.
Sebelum kecelakaan, Ogier baru saja kehilangan posisi terdepan dengan selisih hanya 0,7 detik dari rekan setim sekaligus rivalnya, Kalle Rovanpera. Namun, ambisinya untuk merebut kembali posisi puncak justru berujung petaka. Kejadian ini sontak menjadi titik balik penting dalam perebutan gelar juara dunia musim ini.
“Baca juga: Volvo Kenalkan XC60 Mild Hybrid di Indonesia“
Dalam kondisi trek yang tertutup daun basah, Sebastien Ogier mencoba menekan lebih keras untuk mengejar waktu. Sayangnya, mobil Toyota GR Yaris yang ia kemudikan kehilangan traksi di tikungan cepat dan tergelincir keluar lintasan. Mobilnya menghantam pohon dengan kecepatan tinggi sebelum terpental ke sisi jalan dan masuk ke parit.
Meski mobil mengalami kerusakan parah, Ogier dan sang co-driver, Vincent Landais, beruntung tidak mengalami luka serius. Ini menjadi retirement pertama Ogier musim ini, setelah sebelumnya selalu finis di podium dalam delapan seri terakhir yang ia ikuti. Saat mobil berhenti, Ogier terdengar berteriak frustrasi, “It is not possible!”, menunjukkan betapa berat tekanan mental yang ia rasakan.
Kecelakaan ini terasa semakin ironis karena bukan kali pertama Ogier gagal di ajang yang sama. Tahun lalu, ia juga keluar dari lintasan saat sedang memimpin Central European Rally. Sebagai pembalap berpengalaman dengan delapan gelar dunia, kesalahan semacam ini tentu sangat jarang terjadi.
Namun, hal tersebut menunjukkan bahwa bahkan legenda sekalipun tidak kebal terhadap risiko balapan ekstrem. Menurut saya, insiden ini menggambarkan bahwa WRC bukan hanya adu kecepatan, tetapi juga pertaruhan antara keberanian, cuaca, dan konsentrasi yang luar biasa.
Keluarnya Sebastien Ogier dari balapan jelas mengubah peta persaingan. Sebelum lomba, Ogier unggul tipis dua poin atas rekan setimnya, Elfyn Evans. Dengan hasil ini, keunggulannya kemungkinan besar akan hilang.
Sementara itu, Kalle Rovanpera, yang tertinggal 21 poin di klasemen sebelum balapan dimulai, kini memimpin dengan jarak 38,4 detik atas Evans. Kemenangan di stage ke-10 membuat Rovanpera semakin dekat untuk kembali bersaing memperebutkan gelar juara dunia. Dalam pandangan saya, momen ini menjadi pembuka babak baru di mana generasi muda WRC mulai menantang para legenda.
Sebelum insiden Ogier, Rovanpera telah menunjukkan performa konsisten di trek basah maupun kering. Ia sempat merebut posisi pertama dari Ogier di stage ke-9 yang berlangsung di Jerman dengan keunggulan tipis 0,7 detik. Bahkan saat lintasan kotor akibat lumpur dan daun, pembalap asal Finlandia itu tetap melaju cepat tanpa kesalahan berarti.
Performa impresifnya berlanjut di stage ke-10, di mana ia unggul 6,4 detik dari Evans. Keberanian Rovanpera dalam kondisi licin menunjukkan kematangannya sebagai juara dunia muda yang semakin matang. Saya melihat, kemenangan ini bukan hanya karena kecepatan, tetapi juga hasil dari ketenangan dan kecerdasan membaca kondisi lintasan.
“Baca juga: Pesangon Mobil Tua: Langkah Berani Malaysia yang Bisa Jadi Cermin untuk Indonesia“
Sementara itu, pembalap Hyundai, Ott Tanak, terus menekan Elfyn Evans dalam perebutan posisi kedua. Setelah stage ke-9, Tanak hanya terpaut satu detik, namun setelah insiden Ogier, ia kehilangan momentum dan tertinggal 3,3 detik.
Pembalap Toyota lainnya, Takamoto Katsuta, menempati posisi kelima, diikuti oleh Adrien Fourmaux dari Hyundai yang kesulitan menghadapi lintasan basah. Posisi berikutnya diisi oleh Sami Pajari (Toyota), Thierry Neuville (Hyundai), dan Josh McErlean (M-Sport Ford). Persaingan di papan tengah juga berlangsung sengit, namun fokus utama tetap pada drama besar di barisan depan.
Cuaca di wilayah Ceko dan Jerman memang dikenal tidak menentu. Campuran hujan ringan, dedaunan basah, dan permukaan aspal yang licin menjadi kombinasi mematikan bagi pembalap. Bagi Sebastien Ogier, kondisi tersebut menjadi jebakan tak terduga yang akhirnya menggagalkan peluangnya untuk memperlebar keunggulan klasemen.
Sebagai pengamat WRC, saya percaya bahwa adaptasi terhadap perubahan cuaca adalah kunci kemenangan. Pembalap seperti Rovanpera yang mampu menyesuaikan gaya mengemudi di setiap kondisi justru mendapatkan keuntungan besar.
Dalam dunia reli, kesalahan sekecil apapun bisa berakibat fatal. Bagi Sebastien Ogier, tekanan sebagai pemimpin klasemen mungkin menjadi faktor tambahan yang memengaruhi fokusnya. Ia tahu bahwa setiap detik sangat berarti dalam persaingan gelar.
Namun, di sisi lain, pembalap seperti Rovanpera justru terlihat lebih bebas dari tekanan, sehingga bisa tampil lebih agresif namun tetap terkendali. Menurut saya, inilah perbedaan utama antara pembalap yang mempertahankan posisi dan mereka yang sedang mengejar kemenangan.
Dengan insiden ini, WRC 2025 menjadi semakin sulit diprediksi. Ogier mungkin kehilangan posisi puncak, sementara Rovanpera dan Evans kini memiliki peluang besar untuk merebut gelar. Pertarungan ini tak lagi sekadar adu mesin, tetapi juga adu ketahanan mental dan konsistensi hingga seri terakhir.
Jika Rovanpera mampu menjaga ritmenya hingga akhir, bukan tidak mungkin ia akan menjadi ancaman serius bagi dominasi Ogier di musim-musim mendatang. Sebaliknya, bagi Ogier, momen ini bisa menjadi pengingat bahwa bahkan sang legenda pun harus tetap rendah hati di hadapan takdir reli yang penuh kejutan.