Ranah Auto – Belakangan ini, istilah bensin campur etanol semakin sering terdengar di tengah masyarakat, terutama setelah beberapa negara mulai menerapkan kebijakan bahan bakar ramah lingkungan. Di Indonesia, wacana penggunaan etanol sebagai campuran bensin juga mulai dibahas serius. Namun, pertanyaan utama muncul di benak banyak pengendara: apakah bensin campur etanol aman digunakan untuk kendaraan kita? Jawaban atas pertanyaan ini tidak sesederhana “ya” atau “tidak,” karena keamanan dan efisiensinya sangat bergantung pada faktor teknis, jenis kendaraan, serta kadar campuran etanol yang digunakan.
“Baca juga: Hyundai Stargazer Cartenz Facelift 2025, Ketika MPV Berjiwa SUV Menaklukkan Jalanan Indonesia“
Tujuan utama mencampurkan etanol ke dalam bensin adalah untuk mengurangi emisi karbon dan ketergantungan terhadap minyak bumi. Etanol sendiri berasal dari bahan alami seperti tebu, jagung, atau singkong yang difermentasi menjadi bioetanol. Campuran seperti E10 (10% etanol dan 90% bensin) atau E20 sudah banyak digunakan di negara-negara maju. Selain ramah lingkungan, etanol juga membantu meningkatkan angka oktan pada bahan bakar, sehingga pembakaran di ruang mesin menjadi lebih sempurna. Namun, setiap keunggulan tentu datang dengan konsekuensi yang perlu dipahami sebelum masyarakat luas menggunakannya.
Secara teknis, bensin campur etanol memiliki karakteristik yang sedikit berbeda dari bensin murni. Karena etanol mengandung oksigen lebih banyak, proses pembakarannya cenderung lebih bersih dan efisien. Namun, kandungan energi etanol lebih rendah sekitar 30% dibanding bensin, sehingga kendaraan bisa menjadi sedikit lebih boros. Selain itu, etanol memiliki sifat higroskopis — mudah menyerap air — yang dapat menyebabkan korosi pada sistem bahan bakar, terutama pada kendaraan lama yang belum dirancang untuk bahan bakar campuran.
Dari sisi lingkungan, bensin campur etanol memiliki manfaat besar dalam menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 20–30%. Etanol juga tergolong bahan bakar terbarukan karena berasal dari tanaman yang dapat ditanam kembali setiap tahun. Bagi negara seperti Indonesia yang memiliki kekayaan sumber daya alam, etanol bisa menjadi solusi strategis untuk mengurangi impor minyak mentah dan memperkuat ketahanan energi nasional. Selain itu, sektor pertanian juga bisa ikut terdongkrak karena permintaan bahan baku seperti tebu dan singkong akan meningkat secara signifikan.
Meskipun memiliki potensi besar, penggunaan bensin campur etanol tidak lepas dari risiko teknis. Kendaraan lama dengan material logam atau karet alami pada sistem bahan bakar berisiko mengalami karat dan kebocoran karena sifat etanol yang korosif. Selain itu, jika kendaraan jarang digunakan, etanol dapat memisahkan diri dari bensin akibat penyerapan air, yang berpotensi menurunkan performa mesin. Maka dari itu, sebelum menggunakan bahan bakar campuran, penting untuk memeriksa rekomendasi pabrikan kendaraan dan memastikan sistem injeksi bahan bakar sudah kompatibel.
Beberapa negara sudah lama menggunakan bensin campur etanol sebagai standar nasional. Brasil, misalnya, menjadi pelopor penggunaan bioetanol sejak tahun 1970-an. Hampir semua kendaraan di sana mampu menggunakan E20 hingga E100 tanpa masalah. Amerika Serikat juga sukses dengan implementasi E10 dan E15, berkat regulasi yang konsisten dan dukungan teknologi otomotif modern. Sementara itu, negara Asia seperti Jepang dan Thailand masih menerapkan kadar etanol rendah untuk menjaga keamanan kendaraan, langkah yang realistis untuk negara yang sedang beradaptasi seperti Indonesia.
“Baca juga: Alex Rins Kembali Tersenyum di Mandalika, Kilas Balik Kejayaan Suzuki“
Secara ekonomi, pengembangan bensin campur etanol membuka peluang besar bagi Indonesia. Selain mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan bakar fosil, etanol dapat menciptakan lapangan kerja baru di sektor pertanian dan energi. Produksi etanol dari singkong atau tebu lokal juga membantu memperkuat ekonomi desa. Namun, tantangan terbesar masih pada efisiensi biaya produksi. Harga bioetanol saat ini cenderung lebih mahal dibanding bensin bersubsidi, sehingga dibutuhkan kebijakan insentif dan infrastruktur yang memadai agar transisi energi ini berjalan efektif dan tidak membebani konsumen.
Sebagai penulis yang mengikuti perkembangan energi terbarukan, saya berpendapat bahwa bensin campur etanol aman digunakan selama kadar dan teknologinya disesuaikan dengan spesifikasi mesin kendaraan. Pemerintah perlu memastikan bahwa bahan bakar campuran yang dijual di pasaran telah melalui uji laboratorium dan uji jalan berskala nasional. Edukasi publik juga menjadi faktor kunci, agar masyarakat memahami cara merawat kendaraan berbahan bakar campuran. Jika dilakukan dengan pendekatan bertahap dan transparan, etanol bisa menjadi solusi jangka panjang untuk energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Jadi, apakah bensin campur etanol aman? Jawabannya: ya, dengan syarat penggunaannya tepat dan kendaraan mendukungnya. Etanol bukanlah ancaman bagi mesin, melainkan inovasi menuju masa depan energi yang lebih hijau. Negara-negara yang sukses menerapkannya membuktikan bahwa transisi ini bisa dilakukan tanpa mengorbankan performa kendaraan. Indonesia pun memiliki potensi besar untuk mengikuti jejak tersebut, asal kebijakan, teknologi, dan edukasi publik berjalan seiring. Di masa depan, etanol bisa menjadi jembatan penting menuju kemandirian energi dan udara yang lebih bersih bagi generasi mendatang.